#Silsilah_Fatāwa_Aqidah [12]

? Apa Itu Pengertian Iman?

✍? Asy-Syaikh Ibn Utsaimin -رحمه الله- menjelaskan:

"Iman memiliki dua pengertian: pengertian secara bahasa, yaitu mengakui dan mempercayai sesuatu, dan pengertian secara syar'i, yaitu pengakuan yang harus disertai dengan penerimaan dan kepatuhan. Dalam syariat, tidak cukup seseorang hanya mengakui sesuatu yang harus diimani tanpa disertai penerimaan dan kepatuhan. Misalnya, jika seseorang mengakui bahwa Muhammad adalah Rasulullah -ﷺ- dan memahami bahwa beliau adalah utusan Allah, tetapi tidak menerima ajaran yang beliau bawa dan tidak patuh kepada perintahnya, maka orang tersebut bukanlah seorang mukmin.

? Oleh karena itu, di antara orang-orang musyrik ada yang mengakui dan membenarkan bahwa Nabi Muhammad -ﷺ- diutus dengan risalah (pesan kenabian), namun mereka tidak mau tunduk dan patuh kepada beliau, tetap berpegang pada agama nenek moyang mereka. Pengakuan seperti ini tidak akan bermanfaat tanpa disertai penerimaan dan kepatuhan.

Maka iman dalam syariat lebih spesifik dibandingkan dengan iman dalam pengertian bahasa, dan terkadang dalam beberapa hal, iman dalam syariat bisa lebih luas maknanya daripada iman secara bahasa. Misalnya shalat secara syari’at termasuk iman, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman,

{وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ}

“Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” [QS. Al-Baqarah: 143]

Maksudnya adalah shalat kalian yang (sebelumnya,pent-) berkiblat ke Baitul Maqdis. Namun, secara bahasa, shalat tidak disebut sebagai iman karena shalat adalah amalan yang tampak, sedangkan iman secara bahasa merujuk pada hal-hal yang tersembunyi.

⏩️ Jadi, jika kita ingin memahami iman dalam pengertian syar'i, kita katakan bahwa iman adalah pengakuan yang disertai dengan penerimaan dan kepatuhan. Jika tidak disertai dengan itu, maka tidak bisa disebut sebagai iman secara syar'i."

? [Fiqh Al-Ibādāt (27)]

—————

• Channel Al-Wasiyyah
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA

#Silsilah_Fatāwa_Aqidah [11]

?Apa Syarat-syarat Lā Ilāha Illallāh?

✍?Syeikh Bin Baz -رحمه الله- berkata,

"Kalimat ini memiliki syarat-syarat, yaitu: memiliki ilmu pengetahuan tentang maknanya, keyakinan tanpa keraguan akan kebenarannya, ikhlas hanya untuk Allah dalam hal tersebut, jujur dalam hati dan lisannya, cinta terhadap apa yang terkandung dalam kalimat ini berupa keikhlasan kepada Allah, menerima hal itu, tunduk kepada-Nya, mentauhidkan-Nya, dan meninggalkan dan menjauh dari kesyirikan kepada-Nya disertai berlepas diri dari segala jenis peribadatan kepada selain-Nya dan meyakini kebatilannya. Semua ini adalah syarat dari ucapan Lā ilāha illallāh dan kebenaran maknanya, yang diucapkan oleh seorang mukmin atau mukminah dengan berlepas diri dari penyembahan selain Allah, dengan tunduk kepada kebenaran dan menerimanya, mencintai Allah, mentauhidkan-Nya, ikhlas kepada-Nya, dan tanpa keraguan sedikitpun pada maknanya.

⏩️ Karena ada sebagian orang yang mengucapkannya namun tidak mengimaninya, seperti orang-orang munafik yang mengucapkannya tetapi dengan keraguan atau mendustakan. Maka harus ada ilmu, keyakinan, kejujuran, keikhlasan, kecintaan, ketundukan, penerimaan, dan berlepas diri (dari segala sesuatu yang disembah selain Allah).

Sebagian ulama merangkum syarat-syaratnya dalam dua bait syair:

علم يقين وإخلاص وصدقك مع
••محبة وانقياد والقبول لها
وزيد ثامنها الكفران منك بما
••سوى الإله من الأشياء قد أُلِها

“Ilmu, keyakinan, keikhlasan, dan kejujuranmu, disertai
•• Cinta, ketundukan, dan penerimaan terhadapnya.
Dan ditambah dengan syarat kedelapan, yaitu pengingkaranmu,
•• Terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah.”

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya."

? [Majmu' Fatāwā wa Maqālāt Syeikh Ibn Baz (3/49)]

—————

• Channel Al-Wasiyyah
@AlWasiyyahINA
https://t.me/AlWasiyyahINA