Telegram adalah sebuah ide tentang kebebasan dan privasi, memiliki banyak fitur yang mudah digunakan.
Last updated 4 months ago
COPAS/REPOST WITHOUT CR? DENDA 500k.
join : https://t.me/bulolwithyuchat
promosi berbayar chat : @ofcbulolwithyu
laporan/kritsar/izin : @binimarkrobot
Request di @hatersrbot
Last updated 1 month ago
Drama Korea Sub Indonesia.
Update 1 Season tiap hari.
Paid Promote @sultankhilaf
grup
@drakor_dramakorea_indo
Ikuti saluran Drakor Drama Korea Sub Indo di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VakqKxXCHDyeALNv2m2q
Last updated 6 days, 13 hours ago
Materi Kajian "Fikih Bekerja dan Kuliah di Luar Negeri" yang diadakan oleh Komunitas Muslim Profesional.
Tersedia di link Google Drive:
https://drive.google.com/drive/folders/1kycTUosTTq7STd3bttHIHS_Z4KbZuPwT
Jangan Mengejar Nilai
Kita sering diimbau untuk belajar demi pemahaman, bukan sekadar mengejar nilai. Namun, dalam praktiknya, sistem pendidikan masih sangat bergantung pada nilai sebagai indikator utama keberhasilan.
Ironisnya, soal-soal ujian yang disusun sering kali tidak mencerminkan penguasaan materi, tidak relevan, atau terlalu rumit tanpa standar yang jelas. Hal ini membuat siswa yang sudah berusaha maksimal tetap merasa gagal karena evaluasi tidak adil.
Akibatnya, nilai buruk dijadikan dasar hukuman, seperti dimarahi, tidak naik kelas, atau tidak lulus, meskipun siswa telah belajar dengan sungguh-sungguh.
Jika kita benar-benar ingin memprioritaskan pembelajaran, maka evaluasi harus mencerminkan hal tersebut. Soal ujian perlu dirancang secara adil, relevan, dan proporsional, sehingga mendorong siswa untuk memahami materi dengan baik. Dengan begitu, nilai akan menjadi hasil alami dari proses belajar yang bermakna, bukan sekadar target semu yang membebani siswa secara psikologis.
Fida' Munadzir Abdul Lathif
Kalau Kita yang Salah
Selunak dan selembut apa pun nasihat disampaikan, tetap akan terasa menyakitkan. Seperti luka yang tengah diobati, prosesnya pasti menimbulkan rasa perih dan pahit; baik melalui obat yang diminum, salep yang dioleskan, maupun tindakan medis lainnya.
Justru, itulah tanda bahwa luka sedang dalam proses penyembuhan. Karena itu, jangan sampai orang yang memberikan "obat" dianggap sebagai penyiksa. Mereka bukan menyakiti, melainkan membantu kita untuk menjadi lebih baik dan sembuh dari kesalahan.
Fida' Munadzir Abdul Lathif
Sampah Menjadi Wajah Egoisme Ekstrim
Kebiasaan membuang sampah sembarangan, bahkan bangkai binatang yang membusuk, seringkali pelakunya berlindung di balik alasan klise seperti “tidak ada tempat sampah” atau “tidak tahu harus diapakan bangkai itu”.
Ada juga yang berfikir, “Nanti juga ada yang membersihkan,” “Kan cuma sedikit,” atau “Baru sekali ini aja kok”. Jika diucapkan seorang muslim, maka timbul pertanyaan "Dalil model apa kira-kira yang dipakai?"
Lebih parah lagi, ada yang dengan enteng menganggap, “Sampah-sampah yang menyebabkan banjir, sungai tercemar, kerusakan alam, penyakit berbahaya, lingkungan kumuh ... tidak mungkin lah kalau cuma karena sampah saya, bisa jadi karena kebijakan pemerintah dan pengelola yang buruk." Membayangkan bahwa lingkungan adalah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah yang telah dipilih rakyat, sementara rakyat yang berjasa menyumbang suara merasa harus dilayani dan dimaklumi.
Semua ini menunjukkan ketidakpedulian ekstrem dan minimnya kesadaran moral. Jika semua orang berpikiran seperti ini, tak heran jika dunia yang kita tempati ini perlahan menjadi "planet sampah".
Fida' Munadzir Abdul Lathif
Sibuk Kok Dijadikan Alasan
Jika merasa sibuk, sebaiknya jangan mengambil tanggung jawab tambahan. Menggunakan kesibukan sebagai alasan hanya akan menunda pekerjaan, yang pada akhirnya bisa merugikan orang lain. Tindakan seperti ini bukan hanya mencerminkan kurangnya komitmen, tetapi juga dapat dianggap sebagai bentuk penzaliman terhadap rekan kerja yang bergantung pada kontribusi kita.
Selain itu, memaksakan orang lain untuk memahami kesibukan kita bukanlah solusi. Setiap orang memiliki tanggung jawab dan kesibukan masing-masing. Oleh karena itu, jika kita memutuskan untuk menerima suatu pekerjaan, kita harus siap menanggung konsekuensinya. Sebaliknya, jika sejak awal merasa tidak mampu, lebih baik menolak daripada menyusahkan orang lain di kemudian hari.
Fida' Munadzir Abdul Lathif
Siapa Bilang Tidak Ada Yang Instan?
Menghargai proses tidak selamanya hal yang positif, tergantung bagaimana proses tersebut, jika "berproses" maksudnya adalah ribet dan bertele-tele tanpa manfaat maka tentu menjadi hal negatif.
Efisiensi dan kecepatan bukan musuh dari kualitas, terutama dalam konteks modern, dengan segala kemudahan yang Allah berikan. Tidak benar jika kita selalu mengandalkan "proses manual" lalu enggan mempelajari teknologi, dengan alasan "untuk menjaga kualitas terbaik", karena faktanya justru sebaliknya.
Asumsi bahwa segala sesuatu harus melalui jalan yang panjang dan proses yang rumit adalah tidak tepat. Proses bukan soal lamanya waktu dan ribetnya langkah, melainkan tentang cara paling efektif mencari hasil terbaik.
Bahkan konsep efektivitas waktu sangat ditekankan dalam Islam, tidak ada ajaran bermalas-malasan dan justru diajarkan berlomba-lomba dalam kebaikan, bahkan kalau bisa maka kita boleh memulai "start" dari garis "finish"-nya umat lain, yaitu dengan cara belajar dari pengalaman mereka.
Pada akhirnya, jangan menjadikan "di dunia ini tidak ada yang instan" sebagai dalil untuk lamban dalam bekerja dan bermalas-malasan.
Jika Ingin Berfikir, Maka Menulislah.
Tulislah sesuatu yang bermanfaat. Untuk berpikir secara teliti dan mendalam, dibutuhkan latihan menulis sesuatu yang berkualitas. Dalam proses menulis, seseorang melalui serangkaian aktivitas yang melibatkan pikiran, seperti membaca, meneliti, mengamati, menimbang, memilih, mengkritisi, dan seterusnya yang dapat menajamkan pemahaman. Tulisan dapat merangkai ide-ide dan pikiran yang seringkali ruwet dan sulit ditangkap.
Menulis tidak hanya mengasah keterampilan berpikir, tetapi juga melatih keterampilan untuk memahamkan, memperbaiki, meyakinkan, dan mengajak pembaca ikut serta berfikir.
Dengan demikian, menulis menjadi media yang efektif untuk memperdalam pemahaman dan mengasah kecerdasan berpikir. Jangan berlebihan menggunakan "kecerdasan buatan" sehingga mematikan "kecerdasan alami".
Terbelenggu Dengan Idealisme
Bayangkan dua penuntut ilmu muda yang penuh ambisi, masing-masing terjebak dalam idealisme yang sama-sama tinggi.
Pemuda pertama: Tiba di ruang utama masjid yang biasanya diselenggarakan majlis ilmu, ternyata datang informasi bahwa guru besar yang ia dambakan berhalangan untuk hadir sampai waktu yang tidak tentu. Di beberapa bagian halaman masjid, beberapa murid guru tersebut mengadakan majelis kecil, mengajarkan ilmu sebatas kemampuan mereka. Namun, pemuda ini menolak bergabung. Baginya, belajar dari mereka hanyalah pemborosan waktu, kurang meyakinkan, dan membosankan.
Pemuda kedua: Sudah sejak tadi duduk di sudut perpustakaan besar, dikelilingi ribuan buku, dia mencari satu judul buku yang sangat menarik perhatiannya. Berdasarkan beberapa informasi, ia percaya bahwa sedang ada proyek penyusunan ulang buku tersebut dengan sangat istimewa, dengan font pilihan, kualitas kertas dan tinta terbaik, disertai bagan-bagan dan soal-soal latihan, dilengkapi footnote faedah-faedah berharga, disunting oleh para editor hebat, sayangnya belum masuk ke perpustakaan itu. Sementara beberapa versi yang tersedia di perpustakaan tersebut kualitasnya kurang sesuai harapan.
Waktu berlalu, keduanya tetap setia menanti. Pemuda pertama pada sosok guru idealnya, pemuda kedua pada buku versi terbaik. Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, rambut mereka memutih, tubuh melemah.
Kini, pertanyaannya:
Siapa di antara mereka yang lebih bijak? Ataukah kita akhirnya sepakat bahwa dua pemuda tersebut naif?
Tidak Harus Buru-Buru Mengajarkan
Semangat mempelajari fikih mazhab Syafi'i di Indonesia adalah sebuah kebaikan yang patut diapresiasi, meskipun hal ini tidak bersifat keharusan yang wajib.
Namun, penting untuk disadari bahwa seseorang sebaiknya tidak mengajarkan fikih Mazhab Syafi'i atau ilmu apapun jika belum benar-benar menguasainya dengan baik, terutama dalam hal tashawwur (pemahaman mendalam) dan penggunaan istilah-istilah khusus.
Ini berlaku meskipun sebelumnya telah mengajar fikih dari mazhab lain, atau metode fikih tarjih. Utamakan belajar hingga benar-benar matang, terutama yang baru tertarik belajar fikih mazhab, tidak perlu buru-buru, agar tidak menimbulkan berbagai kekacauan dalam dunia keilmuan.
Benarkah Hidup Sengsara Adalah Ajaran Islam?
Ada yang menganggap, bahwa Syariat Islam menuntut kita untuk menjalani gaya hidup susah dan sengsara, dengan cara demikian kita akan mendapatkan derajat yang tinggi, semakin menderita maka semakin mulia nilai kita. Umat Islam idealnya harus selalu menahan kelaparan, terlantar tidak memiliki tempat tinggal, fisik lemah berpenyakit, berpakaian compang-camping, berpendidikan sangat minim, dan seterusnya.
Untuk menimbang asumsi tersebut, mari kita ajukan beberapa pertanyaan berikut:
Tulisan ini jangan dibawa ke arah yang tidak ada hubungannya, misalnya perintah bersabar atas takdir yang tidak disukai, atau perintah menerima pemberian Allah.
Telegram adalah sebuah ide tentang kebebasan dan privasi, memiliki banyak fitur yang mudah digunakan.
Last updated 4 months ago
COPAS/REPOST WITHOUT CR? DENDA 500k.
join : https://t.me/bulolwithyuchat
promosi berbayar chat : @ofcbulolwithyu
laporan/kritsar/izin : @binimarkrobot
Request di @hatersrbot
Last updated 1 month ago
Drama Korea Sub Indonesia.
Update 1 Season tiap hari.
Paid Promote @sultankhilaf
grup
@drakor_dramakorea_indo
Ikuti saluran Drakor Drama Korea Sub Indo di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VakqKxXCHDyeALNv2m2q
Last updated 6 days, 13 hours ago