bertahan ya, sebentar aja.
kamu kuat kok, semua pasti berlalu.

—Renjana

Jika tak niat bersama, mengapa menarikku masuk dalam orbitmu? Kau genggam erat pangkal hasta, berceloteh perihal harapan, ikatan, dan janji untuk kita. Dan salahku, yang menggantungkan asa. Meskipun kutahu kau tiada rasa.

Hingga suatu periode, manakala dia bertandang dengan menawar peluk mengurai pelik, aku masih bergeming. Adakah puing harap tersemogakan? Sayangnya, netraku enggan menangkap kilat sukarela darinya. Seketika, hatiku mati dijebak rasa.

Langit kian menggelap, gugus rekata terlihat gemerlap. Indahnya malam saat ini, bertolak belakang dengan hatiku yang kelabu.

Balada menyelimuti tiap sudutnya. Menjelma potongan-potongan rumit yang mana menjerit sakit.

"Jadikan aku rumahmu, maka kau akan tahu rasanya dicintai tanpa perlu bersusah payah mengejar cinta," ujar pria bernetra gelap di sampingku.

Bibirku tersenyum kecut. Tak ada getaran yang membuncah, seolah perkataannya hanyalah semu. Kutarik lenganku dari tautannya. Batinku menjerit tak keruan, apakah aku
benar-benar sudah mati rasa?

Getir. Benar-benar terjebak dalam elegi yang kau ciptakan. Kau memasungku dalam ruang gelap yang berisi namamu —tak ada nama lain. Menguncinya rapat kemudian seolah memaksanya terisolasi dari mayapada luar.

Sebab, setelah kehilangan yang meninggalkan luka, rasaku hampa.

—Andromeda × Alphalyra
#AksaraAndromeda
#KataAlphalyra

ayah..
pahlawan dalam kehidupan ini
seandainya kau masih disini, tentu kau pasti akan menyelamatkan hidup ku yang runyam ini.

jujur saya capek!
saya hanya tak ingin membebani orang sekitar saya lagi dengan segala keluhan saya.

tapi saya bener bener capek!
semua yang saya lakukan seakan tak ada artinya Dimata mereka.

disaat yang lain sedih karna urusan percintaan,

saya disini sedih karena hidup saya tak seindah kalian.

sampai saat ini saya masih mencari dimana letak keadilan untuk hidup saya.

bisa gak sih kalau marah ga usah membentak!
saya capek!
kamu fikir saya enak enak saja?

batin saya, mental saya semuanya kau siksa semau mu.

fisik saya pun ikut lemah, sakit itu begitu dalam. bagaimana bisa saya melakukan hal benar lalu disalahkan? dimana letak keadilan mu sebagai keluarga??

Hai saya Bima..

Bayangkan dia dari keluarga yang hancur, lalu dengan seenak nya kamu pun menghancurkan hati nya.

Siapa yang jahat??

—Bima, 1992

thank you for making me dying and almost dying for loving you.

—Bima, 1992