Luqmanbaabduh.com

Description
Faidah dan Informasi Postingan Terbaru Web. luqmanbaabduh.com.
Advertising
We recommend to visit

Pemburu yang diburu.

Last updated 6 days, 9 hours ago

Memaparkan maklumat awal dan kemaskini terkini berkaitan kemalangan, bencana, jenayah dan isu-isu semasa dalam dan luar negara setiap hari.

Last updated 2 days, 14 hours ago

Rakyat Malaysia tunggal di Palestin. Berkongsi kehidupan seharian di Gaza.

Last updated 2 weeks, 3 days ago

6 months, 2 weeks ago

? REKAMAN KAJIAN ISLAM ILMIYAH
Kota Tasikmalaya

?️ Tema :
MENJAGA GENERASI ISLAM DARI TERORISME DAN RADIKALISME

?️Al Ustadz Luqman bin Muhammad Ba'abduh hafizhahullah

Selasa, 28 Syawal 1445 H/7 Mei 2024 M

? Masjid Agung Kota Tasikmalaya

https://t.me/mahadqoulansadida/2550

6 months, 2 weeks ago

? REKAMAN KAJIAN ISLAM ILMIYAH
Singaparna Kab. Tasikmalaya

?️ Tema :
PENTINGNYA KETELADANAN DALAM TARBIYAH KELUARGA

?️Al Ustadz Luqman bin Muhammad Ba'abduh hafizhahullah

? Masjid Al-Istiqomah Eor Singaparna Kab. Tasikmalaya

Senin, 27 Syawal 1445 H/6 Mei 2024 M

https://t.me/mahadqoulansadida/2546

7 months ago

? WAFAT MENINGGALKAN HUTANG PUASA DAN SHALAT SIAPA YANG MEMBAYAR

? Sebuah pertanyaan diajukan kepada al-’Allamah Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin (wafat 1421 H). Pertanyaan dan jawabannya mengandung beberapa permasalahan penting sekaligus, yaitu:

➡️Apakah tanggungan shalat si mayit juga diqada/dibayar oleh wali/keluarganya sebagaimana
tanggungan hutang puasa?
➡️ Siapa saja yang masuk dalam katagori “Wali” dalam konteks permasalahan ini?
➡️ Bolehkah selain keluarga berta’awun/membantu mengqada untuk si mayit?
➡️ Jika tidak ada seorangpun dari keluaraga atau selainnya yang bisa mengqada hutang puasa mayit, apa solusinya?

? Mari kita ikuti dengan seksama pertanyaan yang diajukan kepada al-’Allamah Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin beserta jawaban/fatwa beliau berikut ini:

*Pertanyaan:*

? Jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan memiliki tanggungan hutang puasa dan shalat, maka siapa yang disyari’atkan membayarnya?

Beliau menjawab:

مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين - (ج 17 / ص 290-291)

سئل فضيلة الشيخ رحمه الله تعالى : إذا مات الإنسان وعليه صيام وصلاة فمن يقضيهما عنه؟

من مات وعليه : فأجاب فضيلته بقوله: إذا مات الإنسان وعليه صيام فإنه يصوم عنه وليه، لقول النبي صلى الله عليه وسلم صيام صام عنه وليه.

قال أهل العلم: وليه وارثه، فمثلاً إذا كان رجل قد أفطر في رمضان لسفر أو لمرض ثم عافاه الله من المرض ولم يصم القضاء الذي عليه ثم مات، فإن وليه يصوم عنه، سواء كان ابنه، أو أباه، أو أمه، أو ابنته، المهم أن يكون من الورثة، وإن تبرع أحد غير الورثة فلا حرج أيضاً، وإن لم يقم أحد بالصيام عنه فإنه يطعم من تركته لكل يوم مسكيناً.

وأما الصلاة فإنه إذا مات أحد وعليه صلاة فإنها لا تصلى عنه، لأن ذلك لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم، ولا يصح قياس الصلاة على الصوم، لأن الشارع فرق بينهما في مسائل كثيرة، فلما جاء الفرق بينهما في مسائل كثيرة لم يمكن قياس أحدهما على الآخر، لكن إذا مات الإنسان وعليه صلاة لم يقضها فإنه يدعى له بالمغفرة والرحمة والعفو عن تفريطه وإهماله.والله الموفق.

? Jika seseorang wafat dalam kondisi meninggalkan tanggungan puasa maka yang berpuasa untuk menggantikannya adalah walinya, berdasarkan sabda Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam -

“Barang siapa wafat dalam keadaan dia meniggalkan tanggungan puasa, maka walinya yang berpuasa menggantikannya”

Para ulama berkata, bahwa maksud “walinya” (dalam konteks ini) adalah para ahli warisnya, yaitu jika seseorang berbuka pada bulan Ramadhan disebabkan perjalanan safar atau karena sakit kemudian Allah sembuhkan dia dari penyakit tersebut tetapi dia belum sempat mengqada tanggungan puasanya, maka wali (ahli waris)nya yang berpuasa untuk menggantikannya, baik wali/ahli waris tersebut adalah putranya, atau ayahnya, atau ibunya, atau putrinya, yang penting dia adalah bagian dari ahli waris.

Jika ada seseorang selain ahli waris yang ingin bersumbangsih ikut berpuasa maka boleh juga. Tetapi jika tidak ada seorang pun (baik ahli waris atau bukan) yang bisa mengqada/menggantikan tanggungan puasa si mayit maka dengan memberi makan (fidyah) yang (biayanya) diambil dari harta peninggalannya untuk setiap hari (dari bilangan hutang puasanya) memberi makan satu orang miskin.

Sementara terkait shalat, jika seseorang wafat dalam keadaan memiliki tanggungan shalat, maka tidak diqada/tidak digantikan untuk si mayit, karena hal itu tidak ada dalil dari Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam -, dan tidak dibenarkan pengkiasan (penyamaan) shalat dengan puasa.

(Juga) Karena sang penentu syari’at (Allah dan Rasul-Nya) telah membedakan antar keduanya (shalat dan puasa) dalam banyak halnya, maka ketika telah datang unsur-unsur pembeda antar keduanya dalam banyak sisinya tidak boleh dikiaskan salah satunya dengan yang lain.

Tetapi ketika seseorang wafat dalam keadaan memiliki tanggungan shalat kemudian tidak diqada, maka dimohonkan untuknya ampunan dan rahmat serta pemaafan terhadap sikap mengentengkan dan menelantarkannya. Dan Allah yang maha memberi taufiq.

Dikutip dari kitab “Kumpulan Fatwa Dan Karya Ibnu Utsaimin” (17/ 290-291)

Selesai

7 months, 1 week ago

?⏲️ Siapa Diantara Keluarga yang Berhak Menggantikan Puasa Orang yang Wafat?

Dalam artikel sebelumnya telah disebut dengan sedikit rinci tentang kondisi orang yang wafat dalam keadaan meninggalkan tanggungan hutang puasa Ramadhan atau tanggungan fidyah.

Kali ini ada sebuah pertanyaan yaitu: Siapa diantara keluarga atau ahli waris yang berhak menggantikan atau mengqada hutang puasa tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan ini kami kutipkan fatwa al-’Allamah Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua umum Lembaga Tetap Untuk Penelitian Ilmiah Dan Urusan Fatwa kerajaan Arab Saudi (1395 H – 1420 H), bersama sejumlah ulama senior yang tergabung dalam Lembaga tersebut.

فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء – (ج 12 / ص 456)

السؤال الأول من الفتوى رقم ( 3122)

س 1: رجل توفيت زوجته وعليها قضاء من شهر رمضان، ما حكم القضاء عنها، ومن أحق بالقضاء: زوجها أو أولادها، وهل يجوز تجزئة القضاء على العائلة كل شخص يصوم يومًا، يعني توزع أيام القضاء على العائلة؟

ج 1: إذا كان منذ أن أفطرت الأيام من شهر رمضان لم تستطع الصيام حتى توفيت فليس عليها شيء، أما إن كانت قد من « : صحت من المرض، ولم تقض، فالمشروع لورثتها وأقاربها قضاء ما عليها من الصيام؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم متفق على صحته، ولا بأس بتوزيع الأيام بينهم » .مات وعليه صيام صام عنه وليه .وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

// عضو // عضو // نائب رئيس اللجنة // الرئيس

// عبد الله بن قعود // عبد الله بن غديان // عبد الرزاق عفيفي // عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Lembaga Tetap Untuk Penelitian Ilmiah Dan Urusan Fatwa (12/456)

Pertanyaan Pertama dari fatwa nomor (3122):

Seorang suami yang istrinya wafat sementara sang istri memiliki tanggungan hutang puasa Ramadhan

– Apa hukum mengqada/membayar hutang puasanya?

– Kemudian siapa yang paling berhak untuk menggantikan puasanya, apakah suaminya atau putraputranya?

– Apakah boleh kalau tugas mengqada hutang puasanya tersebut dibagi rata kepada semua anggota keluarga masing-masing ikut berpuasa satu hari, yakni bilangan hari hutang puasanya dibagi rata kepada anggota keluarga?

Jawaban: Jika wanita tersebut tidak mampu membayar hutang puasanya sejak dia berbuka (tidak berpuasa karena sakit) pada hari-hari bulan Ramadhan hingga dia meninggal dunia, maka wanita tersebut tidak terkenai tanggungan hutang puasa sedikitpun, tetapi apabila dia sempat sehat/sembuh dari sakitnya, namun dia tidak segera mengqada/membayar hutang puasanya (hingga wafat), maka disyari’atkan bagi ahli waris dan keluarga dekatnya untuk mengqada tanggungan hutang puasanya, hal ini berdasarkan sabda Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam –

« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ »

"Barang siapa wafat dalam keadaan memiliki tanggungan hutang puasa maka wali (keluarga/ahli waris)nya yang berpuasa menggantikannya."¹

Kesahihan hadits ini telah disepakati. Dan boleh pembagian bilangan hari-hari tanggungan hutang puasa tersebut dibagi antar anggota keluarga. Dengan (pertolongan) Allah (kita memohon) taufiq, Shalawat dan salam untuk Nabi kita Muhammad beserta seluruh keluarga dan sahabat beliau.

Lembaga Tetap Untuk Penelitian Ilmiah Dan Urusan Fatwa

Ketua Wakil Ketua Anggota Anggota

Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Abdurrazaq Afifi
Abdullah bin Ghudayyan
Abdullah bin Qu’ud

--SELESAI--

____
¹ Dalam kitab Shahihul Bukhari pada bab بَابُ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ (Bab tentang “Barang Siapa Yang Wafat Masih Memiliki Tanggungan Hutang Puasa”) hadits nomor 1952, dan dalam kitab Shahih Muslim pada bab بَابُ قَضَاءِ الصِّيَامِ عَنِ الْمَيِّتِ (Bab tentang “Menggantikan Hutang Puasa Untuk Orang Yang Telah Wafat”) hadits nomor 1147.

7 months, 1 week ago

? IBUKU WAFAT MENINGGALKAN HUTANG PUASA

Pertanyaan: Ibuku wafat pada bulan Syawwal, setelah mengalami sakit beberapa hari pada bulan Ramadhan yang membuat beliau meninggalkan puasa selama beberapa hari tersebut, apa yang harus saya dan saudara-saudara saya lakukan?

Jawaban: Dalam hal ini ada dua gambaran kondisi, yaitu:

1️⃣ Pertama: Jika beliau tidak berpuasa karena faktor sakit dengan jenis penyakit yang masih besar harapan kesembuhannya secara medis, maka beliau terkenai kewajiban mengqada (mengganti) di hari lain di luar bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah:

{ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ }البقرة: 184

Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan safar (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (al-Baqarah: 184)

2️⃣ Kedua: Jika jenis penyakitnya adalah jenis yang sulit diharapkan kesembuhannya secara medis maka beliau terkenai kewajiban membayar fidyah dengan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang beliau berbuka/tidak berpuasa.

➡️ Untuk kondisi pertama, jika beliau wafat dalam keadaan belum mengqada hutang puasanya disebabkan belum mampu karena masih dalam kondisi sakitnya hingga wafat, maka tidak disyari’atkan bagi ahli waris atau keluarganya berpuasa menggantikannya, namun apabila beliau belum mengqada dalam keadaan telah memiliki kemampuan atau sudah dalam keadaan sehat dan tidak ada kendala apapun kemudian wafat, maka disyari’atkan bagi ahli waris atau keluarganya untuk menggantikan hutang puasanya.

➡️ Hal ini berdasarkan hadits

« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ »

Barang siapa wafat dalam keadaan memiliki tanggungan hutang puasa maka wali (keluarga/ahli waris)nya yang berpuasa menggantikannya HR. Bukhari dan Muslim (Muttafaqun ‘alaihi), dari Aisyah radhiyallahu ‘anha {1}

➡️ Untuk kondisi kedua, cukup bagi keluarga atau ahli waris membayar kewajiban fidyah untuk ibu yang telah wafat, dengan memberi makan orang miskin sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkan.

Wallahu’alam bishshawab


{1} Dalam kitab Shahihul Bukhari pada bab بَابُ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ (Bab tentang “Barang Siapa Yang Wafat Masih Memiliki Tanggungan Hutang Puasa”) hadits nomor 1952, dan dalam kitab Shahih Muslim pada bab بَابُ قَضَاءِ الصِّيَامِ عَنِ الْمَيِّتِ (Bab tentang “Menggantikan Hutang Puasa Untuk Orang Yang Telah Wafat”) hadits nomor 1147

7 months, 3 weeks ago

*? Hukum Tukar Uang Pecahan Untuk Momen Idul Fitri*

*1️⃣ Bagian Pertama*

? Sudah menjadi kebiasaan dan kebutuhan sebagian orang pada momen-momen tertentu seperti saat hari raya Idul Fitri menukar uang receh atau pecahan yang baru untuk dibagikan kepada anak-anak pada hari yang bergembira tersebut.

? Pada dasarnya hal ini adalah perkara yang mubah/boleh apabila telah memenuhi ketentuan yang berlaku, dan -alhamdulillah- syari'at Islam telah mengaturnya dengan begitu rinci dan indah.

? Perlu diketahui bahwa mata uang yang beredar di masyarakat secara hukum dan perlakuan terhadapnya dalam syari'at Islam secara umum adalah sama dengan perlakuan terhadap emas dan perak, dan dia adalah jenis harta yang mubah untuk dimiliki dan diperdagangkan, tetapi dapat berlaku atau terkenai hukum riba apabila dalam penggunaan atau bertransaksi dengannya tidak mengikuti ketentuan dan syarat yang berlaku dalam tinjauan syari'at Islam.

* Ketentuan Yang Harus Dipenuhi*

? Tukar menukar mata uang apabila jenis mata uangnya sama, maka boleh/mubah dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Nilai masing-masingnya harus sama.
Misalnya uang kertas seratus ribu rupiah utuh ditukar dengan uang pecahan lima ribuan juga bernilai seratus ribu rupiah sehingga menjadi dua puluh lembar. Jika nilainya tidak sama misal 100.000 (seratus ribu) utuh ditukar dengan 95.000 (sembilan puluh lima ribu) pecahan, atau seratus ribu pecahan ditukar dengan 105.000 (seratus lima ribu) utuh, maka tidak boleh karena perbedaan nilai tersebut tergolong riba yang dilarang keras dalam islam.

2. Dibayar secara kontan,
yaitu masing-masing pihak menyerahkan uangnya pada waktu yang bersamaan dan tidak boleh tertunda atau ada jeda waktu sedikitpun.

*‼️ Jika dua ketentuan penting di atas tidak dipenuhi maka :*

➡️ Transaksi tersebut tergolong transaksi riba
➡️ Pelakunya berdosa
➡️ Hukum jual beli atau tukar-menukar tersebut menjadi tidak sah.

? Dua ketentuan penting di atas berdasarkan beberapa sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam antara lain:

* Pertama:*

" لا تبيُعوا الذهبَ بالذهب إلاّ مثلاً بمثلِ، ولا تُشفُّوا بعضَها على بعضٍ. ولا تبيعوا الورِق بالوَرِق إلا مثلاً بمثل، ولا تُشفُّوا بعضها على بعض " (أخرجه البخاري في البيوع، باب: بيع الفضة بالفضة، رقم: ٢٠٦٨. ومسلم في المساقاة، باب: الربا، رقم: ١٥٨٤)

Janganlah kalian berjual beli (tukar menukar) emas dengan emas kecuali dengan nilai timbangan yang sama persis, dan janganlah kalian melebihkan (nilai timbangan) sebagiannya di atas sebagian lainnya, dan janganlah kalian berjual beli (tukar menukar) perak dengan perak kecuali dengan nilai timbangan yang sama persis, dan janganlah kalian melebihkan (nilai timbangan) sebagiannya di atas sebagian lainnya.

? HR. Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu

* Kedua:*

عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله - صلّى الله عليه وسلم -: (الذهب بالذهب، وزنًا بوزن، مثلًا بمثل، والفضة بالفضة وزنًا بوزن، مثلًا بمثل، فمن زاد أو استزاد فهو ربا).
رواه مسلم.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:
(jual beli/tukar menukar) emas dengan emas dengan nilai timbangan yang sama persis, (begitu pula) perak dengan perak dengan nilai timbangan yang sama persis, barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka itu adalah transaksi riba

? [HR. Muslim]

Selesai bagian pertama

9 months, 1 week ago

*? Serius Memperhatikan Bulan Sya’ban Demi Menyongsong Ramadhan Adalah Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam*

Sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk mulai membiasakan diri menghitung hari pada bulan Sya’ban, dalam rangka mempersiapkan diri memasuki bulan suci Ramadhan yang sangat mulia ini, yang dengan itu juga akan memudahkan melakukan Ru’yatul Hilal (melihat bulan sabit) tanda datangnya bulan suci Ramadhan. Amalan ini adalah salah satu amalan yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam.

Perlu diketahui bahwa bilangan hari dalam sebulan pada bulan-bulan hijriyyah adalah antara 29 atau 30 hari. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits yang shahih yang akan dibahas pada link berikut:

? https://luqmanbaabduh.com/serius-memperhatikan-bulan-syaban-demi-menyongsong-ramadhan-adalah-sunnah-nabi-shallallahu-alaihi-wasallam/


? Website Resmi - https://www.luqmanbaabduh.com/
? Channel Telegram - https://t.me/luqmanbaabduh/

Luqman Ba'abduh

Serius Memperhatikan Bulan Sya’ban Demi Menyongsong Ramadhan Adalah Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam |LuqmanBaabduh.com

Sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk mulai membiasakan diri menghitung hari pada bulan Sya’ban, dalam rangka mempersiapkan diri memasuki bulan suci

We recommend to visit

Pemburu yang diburu.

Last updated 6 days, 9 hours ago

Memaparkan maklumat awal dan kemaskini terkini berkaitan kemalangan, bencana, jenayah dan isu-isu semasa dalam dan luar negara setiap hari.

Last updated 2 days, 14 hours ago

Rakyat Malaysia tunggal di Palestin. Berkongsi kehidupan seharian di Gaza.

Last updated 2 weeks, 3 days ago