Telegram adalah sebuah ide tentang kebebasan dan privasi, memiliki banyak fitur yang mudah digunakan.
Last updated 3 Monate her
COPAS/REPOST WITHOUT CR? DENDA 500k.
join : https://t.me/bulolwithyuchat
promosi berbayar chat : @ofcbulolwithyu
laporan/kritsar/izin : @binimarkrobot
Request di @hatersrbot
Last updated 2 Tage, 11 Stunden her
Drama Korea Sub Indonesia.
Update 1 Season tiap hari.
Paid Promote @sultankhilaf
grup
@drakor_dramakorea_indo
Ikuti saluran Drakor Drama Korea Sub Indo di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VakqKxXCHDyeALNv2m2q
Last updated 5 Tage, 10 Stunden her
[Refleksi Hari Ini]
Hari ini adalah pengingat kecil tentang bagaimana setiap langkah, meski terlihat sederhana, bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar. Sebuah jejak yang mungkin tak selalu terlihat jelas, tapi tetap meninggalkan makna bagi mereka yang menemukannya.
Mungkin, hidup ini memang bukan tentang seberapa cepat kita berjalan atau seberapa jauh kita melangkah. Tapi tentang siapa yang kita temui di sepanjang perjalanan dan bagaimana kita saling berbagi makna.
Aku juga punya mimpi, suatu hari ingin menuangkan perjalanan ini ke dalam sebuah buku. Banyak teman yang mendukung langkah ini, dan aku hanya bisa berharap semoga Allah memudahkan jalannya. Karena pada akhirnya, bukankah setiap kata yang tertulis adalah warisan rasa yang ingin kita tinggalkan untuk dunia?
Terima kasih untuk kalian yang menjadi bagian dari perjalanan ini. Semoga apa yang kutulis di sini, seberapapun kecilnya, bisa menjadi ruang refleksi untuk kita semua. Karena pada akhirnya, hidup adalah tentang bagaimana kita saling menyentuh hati, meski hanya lewat kata.
Dalam Ingatan, 20 November 2024 _________https://t.me/adlnmhd
(83) Jejak Kata & Rasa: Dari Setiap Langkah, Sebuah Makna Tersulam
Hari ini punya makna tersendiri bagiku. Tepat pada tanggal ini: 20 November, aku memulai perjalanan kecil bernama channel ini.
Sebuah tempat sederhana yang awalnya hanya wadah untuk berbagi cerita dan renungan. Siapa sangka, dari langkah kecil itu, aku bisa bertemu kalian—teman-teman yang mau meluangkan waktu untuk singgah dan membaca.
Flashback ke beberapa waktu lalu, perjalanan ini sebenarnya bukan yang pertama. Aku pernah mencoba langkah serupa lewat sebuah channel bernama “Jejak Kata” pada 11 Juli 2022.
Channel itu sebenarnya lebih mirip ruang pribadi, bahkan link-nya pun masih menggunakan format default yang panjang dan sulit diingat. Di sana, aku mengumpulkan tangkapan layar status-status berfaedah, caption dengan kata-kata indah, dan terjemahan quotes Arab. Tapi, langkah itu terhenti pada 26 Oktober 2022.
Ketika aku cek hari ini, channel itu ternyata masih memiliki 20 pelanggan. Sebuah ironi kecil yang membuatku tersenyum. Terkadang, hal-hal yang kita tinggalkan masih memiliki ruang dalam hidup orang lain.
Namun, perjalanan tak pernah benar-benar berhenti. Channel ini sendiri sebenarnya lahir pada November 2023, tapi baru benar-benar aktif di bulan Juni 2024. Bisa dibilang, selama setengah tahun awal, channel ini begitu sunyi.
Aku sempat ragu apakah langkah ini berarti. Tapi ternyata, ketika aku mulai menulis, aku menyadari bahwa setiap kata yang kita bagikan bisa menjadi jalan untuk bertemu dengan jiwa-jiwa lain yang membutuhkan makna.
Seiring dengan itu, aku mulai lebih memahami bahwa setiap perjalanan, meski tampak biasa, memiliki caranya sendiri untuk tumbuh dan berkembang. Begitu pula dengan channel ini.
Dalam perjalanan menulis dan berbagi, aku juga mendapat kesempatan yang tak terduga, kesempatan untuk berbagi makna dalam bentuk yang lebih besar. Alhamdulillah, melalui project-project yang datang secara perlahan namun penuh makna:
• 24 Januari 2024: Voice over untuk buku Aku Butuh Sembuh karya @emosidiksi,
• 5 Juli 2024: Mengisi suara untuk Setinggi Bintang Tsurayya (di hari lahirku sendiri) #SetinggiBintangTsurayya @kitabsyabab,
• 6 Oktober 2024: Voice over untuk buku Sampan Hanyut #SampanHanyut @syababsalafy x @kitabsyabab,
• 10 November 2024: Menjadi bagian dari proyek audiobook Sampan Hanyut. @syababsalafy x @kitabsyabab
Lebih dari itu, aku bersyukur memiliki teman-teman kreator muda yang memberikan vibes positif dan saling berbagi makna: @muhammadtegarsaputra, @syababsalafy, @emosidiksi, @kitabsyabab, @risalahilmiyyah, @ruang_faedahh, @kaa_tib, @kitab_pdf, @aljauziyyah, @rihlahthalabah, @dermacerita, dan @alirwaa —serta masih banyak rekan lain yang semoga Allah menjaga mereka semua.
Bagi teman-teman yang sudah mengikuti perjalanan ini sejak awal, mungkin kalian sudah mulai merasakan bahwa aku di sini lebih sering untuk berbagi renungan ringan. Di sini, aku hanya mencoba berbagi, sebagai manusia biasa, untuk saling mengingatkan diri dan kalian.
Channel ini lebih seperti tempat di mana cerita dan renungan bersatu, pelajaran-pelajaran kecil seringkali terungkap di sela-sela pengalaman, dan kita bersama-sama mencoba melihat keindahan dalam hal-hal yang sederhana. Sebuah ruang yang memberi ruang bagi kita untuk saling refleksi, meski kadang kita hanya berjalan pelan, dengan langkah kecil.
(82)
Jejak Cinta dalam Kata: Pesan untuk Para Orang Tua
Menulis untuk anak adalah bentuk cinta yang tak lekang oleh waktu. Sebuah tulisan bukan hanya sekadar kata-kata yang tercetak di atas kertas, tetapi juga warisan jiwa, doa, dan harapan yang akan terus hidup meskipun tubuh kita tak lagi ada. Dengan kata-kata, orang tua menanamkan nilai-nilai kehidupan yang akan menjadi cahaya bagi anak-anak mereka, membimbing mereka di setiap langkah.
Sejarah mencatat banyak ulama besar yang menuliskan pesan untuk anak-anak mereka, sebagai bentuk kasih sayang yang mendalam:
• Imam Al-Baaji menulis An-Nashihah Al-Waladiyyah untuk putra-putranya, Abul Hasan Muhammad dan Abul Qasim Ahmad.
• Al-Hafidz Ibnu Hajar, lewat Bulughul Maram, menghadiahkan panduan agung untuk putranya, Muhammad.
• Al-Hafidz Al-’Iraqi merangkai hadits-hadits ahkam demi anak lelakinya, Abu Zur’ah.
• Ibnul Jauzi mencurahkan nasihat penuh makna dalam Laftatul Kabid Ila Nasihatil Walad untuk putranya, Badruddin.
Di setiap huruf yang mereka tulis, terukir cinta yang dalam, tanggung jawab yang besar, dan keinginan agar anak-anak mereka tumbuh dengan bijak dan penuh bimbingan.
[Sebuah Pesan yang Tak Terlupakan]
Belakangan ini, aku sering melihat story WhatsApp dari Al-Ustadz Abu Nashim Mukhtar hafizhahullah, yang memfoto tulisan ayahandanya. Di dalamnya terkandung pesan motivasi, doa, dan nasihat yang begitu dalam. Ayahanda beliau sudah wafat, tetapi tulisan itu tetap hidup, seperti sebuah suara yang terus mengingatkan. Begitulah kekuatan sebuah tulisan—meski orangnya tak lagi ada, kata-katanya tetap menggema dalam ingatan.
Ini adalah bukti nyata bahwa tulisan adalah warisan yang tak ternilai. Mungkin kita tidak selalu bisa berbicara langsung, tetapi melalui tulisan, kita tetap dapat memberikan pengaruh yang mendalam. Bahkan, tulisan yang sederhana bisa menggetarkan hati, memberikan semangat, dan menjadi sumber inspirasi di saat yang paling dibutuhkan.
[Pesan untuk Kita Semua]
Bagi para orang tua yang telah dianugerahi anak-anak, menulislah. Tidak perlu menunggu momen besar atau sempurna, karena setiap hari yang kalian habiskan bersama mereka adalah momen yang berharga. Surat, pesan singkat, atau catatan kecil bisa menjadi hal yang mereka simpan sepanjang hidup mereka. Bahkan ketika kalian sudah tiada, kata-kata itu akan terus hidup dalam hati mereka.
Dan bagi yang belum memiliki anak, ini adalah pengingat untuk masa depan. Kelak, ketika anak-anak hadir dalam hidup kita, jadikan tulisan sebagai cara untuk mencintai mereka. Setiap kata yang kita tulis bisa menjadi warisan yang abadi, mengarahkan mereka pada kebaikan dan memberikan mereka kekuatan saat menghadapi dunia.
Sebab, tulisan itu dalam, seperti akar yang menancap dalam tanah. Ia tak akan hilang seiring berjalannya waktu, melainkan menjadi bagian dari siapa mereka, dari apa yang telah kita tanamkan.
Mudah-mudahan kita semua bisa meneladani mereka, para salaf yang menulis dengan penuh cinta dan perhatian. Menjadi orang tua yang tidak hanya memberikan kasih sayang melalui tindakan, tetapi juga melalui warisan kata-kata yang abadi.
Dalam Jejak Tinta, 17 November 2024
(81) Di Balik Secangkir Kopi dan Tangisan yang Tersembunyi
Duduklah, kawan. Tak perlu terburu-buru, mari kita nikmati sejenak kedamaian malam ini. Aku tahu, di balik senyum manis yang kamu ukir di setiap tawa yang kamu tebar saat kita bertemu, ada ruang kosong di hatimu yang mungkin tak pernah bisa diisi oleh siapapun.
“Kamu tahu, kadang senyum itu bisa jadi tempat paling rapuh bagi sebuah hati,” kataku pelan, seolah merasakan beban yang kamu sembunyikan.
“Tak ada yang perlu disembunyikan di sini, kawan. Duduklah di sampingku, biarkan secangkir kopi ini menghangatkan tubuhmu, dan ceritakan padaku, apa yang membuat hatimu terasa begitu berat.”
Kini, kamu duduk di sampingku, diam sejenak. Mungkin masih berpikir, atau menahan kata-kata yang ingin keluar. Tapi aku tahu, ada sesuatu yang ingin kamu lepaskan. Kopi di tanganmu mengepul, aromanya menyentuh rongga hidung, menenangkan segala kecemasan sejenak.
“Kamu tahu,” aku melanjutkan, “Allah itu sangat baik. Dia lebih dulu hadir di tempat ini daripada kita. Bahkan sebelum aku mengajakmu duduk, Dia sudah menunggu. Dia tahu, hari-harimu tak selalu mudah. Di balik tawa yang kamu beri kepada dunia, Dia melihat ada tangisan kecil yang kamu sembunyikan.”
Aku memandang wajahmu, mencoba membaca apa yang tersembunyi di matamu.
“Kadang, kita terlalu berusaha kuat, sampai kita lupa bahwa sebenarnya, kita tak perlu menanggung beban itu sendiri.”
Lepaskanlah, kawan. Biarkan saja semua itu keluar. Tangisimu, segala luka yang kamu pendam, tak perlu kamu sembunyikan.
“Percuma kamu menyembunyikan air mata itu, karena Dia sudah tahu. Bahkan sebelum kamu menangis, Dia sudah menunggu dengan penuh kesabaran, menunggumu untuk datang. Sama seperti seorang ibu yang menunggu anaknya pulang dari bermain, meski anak itu tahu ibu pasti marah, ibu justru hanya ingin memeluk dan menenangkan.”
Aku menarik napas panjang, mencoba menggambarkan rasa yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata.
“Kamu tak perlu takut datang kepada-Nya, kawan. Bahkan dosa yang kamu bawa, Dia tidak akan marah. Justru Dia amat sangat senang, saat kamu datang dengan segala kekuranganmu, mengakui kesalahanmu, dan memohon ampun.”
“Dosa itu adalah beban hidupmu, kawan. Tapi jangan biarkan itu menguasai dirimu,” aku melanjutkan, menatapmu dengan penuh harap.
“Curahkanlah semua itu kepada-Nya, tanpa rasa takut. Lepaskanlah beban itu. Menangislah, jika perlu. Allah akan mengusap air matamu dengan kasih-Nya yang tak terhingga.”
Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara hujan yang menetes di luar.
“Di sini, kamu tak perlu berpura-pura kuat. Di sini, hanya ada cinta yang menunggu untuk menenangkanmu.”
Dan kini, semua kenangan itu terasa seperti sapuan bayangan. Bapak Ruri, yang selalu hadir dengan ketulusan, telah pergi untuk selamanya. Beliau telah beristirahat setelah melewati hari-hari penuh perjuangan di ICU, ditemani alat bantu nafas dan ketabahan yang mungkin tak pernah beliau tunjukkan.
Seandainya aku bisa datang untuk takziah, aku ingin berdiri di depan pintu rumahnya, mengucap salam terakhir dengan sepenuh hati. Namun tubuh ini masih lemah, sehingga aku hanya bisa menuliskan kenangan ini sebagai bentuk penghormatan terakhir untuk beliau.
Dan dalam hati, aku tergetar takjub—beliau meninggal di hari Jum’at, hari yang diyakini membawa keberkahan bagi mereka yang wafat di dalamnya. Semoga ini menjadi tanda husnul khatimah untuknya, bahwa Allah memanggil beliau dalam keadaan yang penuh kebaikan dan ampunan.
“Selamat jalan, Bapak Ruri. Semoga Allah menerangi perjalananmu, menyambutmu dengan kehangatan dan kedamaian yang layak untuk orang sebaik dirimu.”
Jejak yang Tersisa:
Dari sosok Bapak Ruri, aku belajar bahwa hidup yang sederhana dapat meninggalkan jejak yang dalam. Beliau mengajarkan bahwa keikhlasan bukanlah tentang seberapa keras kita berusaha terlihat baik, melainkan tentang seberapa tenang kita menjalani hidup dengan ketulusan.
Dari tahun-tahun yang singkat itu, aku memahami bahwa kadang kala seseorang yang terlihat biasa saja, justru mengajarkan kita makna kehidupan dalam diamnya.
Semoga kita semua bisa belajar untuk menjadi cahaya bagi orang lain, walaupun dalam keheningan yang tak perlu terlihat.
Jum’at Duka, 15 November 2024
(80)
Jejak Diam di Bawah Langit Jum’at
Pagi ini, kabar duka mengetuk kamarku. Saat ini, aku sedang berbaring, tubuh terasa berat diselimuti demam, radang tenggorokan, batuk, flu yang datang sejak beberapa hari lalu.
Tapi rasa sakit itu seketika sirna, berganti dengan hening yang melingkupi ketika ibuku masuk dan berbisik lirih,
“Bapak Ruri meninggal.”
Aku tercekat. Dalam hati, aku berbisik,
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.”
Kabar itu membawaku kembali ke masa-masa saat aku masih tinggal di dekat beliau. Tahun 2018 hingga 2019, sebelum pandemi, aku pernah menghuni kontrakan di samping rumah beliau. Waktu yang singkat, namun cukup bagiku untuk mengenal kebaikan yang beliau bawa dalam diamnya.
Bapak Ruri. Nama itu menggema dalam kenangan, membawa sosoknya yang sederhana dan penuh ketulusan ke hadapanku. Beliau adalah imam di Musholla Ahmad Sudja’i, musholla kecil yang berdiri di sudut jalan, sekitar 200 meter dari rumah sakit di ujung sana. Tempat itu lebih dari sekadar musholla; ia adalah pelabuhan bagi jiwa-jiwa yang mencari ketenangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan.
Setiap waktu shalat, sebelum adzan berkumandang, aku sudah sering melihat beliau berjalan menuju musholla, membawa sajadah di pundaknya. Beliau tidak pernah terlambat, bahkan datang lebih awal dari kebanyakan jamaah. Dengan jubah panjang yang melambai tertiup angin, beliau berjalan dengan langkah mantap—bukan karena fisiknya yang kuat, tetapi karena hatinya yang penuh ketulusan.
Kenangan itu mengalir begitu saja. Salah satu yang paling kuingat adalah saat beliau pergi safar. Para jamaah meminta aku untuk menggantikannya sebagai imam. Aku menolak halus, mencoba memberi kesempatan kepada Pak Andi—guru kepala sekolah SD-ku dulu, yang rumahnya juga tak jauh dari situ. Namun, Pak Andi menepuk bahuku, tersenyum sambil berkata,
“Enggak, kamu yang maju. Sama guru harus nurut.”
Ucapan itu ringan, seperti gurauan, tapi entah kenapa hatiku terasa hangat. Di sanalah, aku merasa diberi tempat yang istimewa, seolah diterima dalam lingkaran kecil yang penuh kehangatan.
Saat Ramadhan, musholla itu selalu hidup. Setiap kali buka bersama diadakan, halaman musholla dipenuhi jamaah yang berkumpul dengan wajah penuh syukur. Di tengah kesederhanaan, kami menemukan makna dari kebersamaan. Aku ingat, mereka bukan sekadar tetangga, tapi serasa seperti saudara yang terikat oleh ikatan tak terlihat.
Ada juga kenangan lucu bersama istri Bapak Ruri. Suatu hari, beliau datang ke rumah kami dengan wajah panik, membawa ponselnya. Dengan nada cemas, beliau bertanya,
“Bu, ini kenapa kalau buka WA dan mengirim pesan kok ada ikon jamnya terus?” (Istilahnya pending)
Ibuku tersenyum sambil memeriksa ponselnya, lalu dengan lembut menjelaskan bahwa masalahnya hanya koneksi data yang belum dinyalakan. Kepolosan dan kehangatan itu membuat kami tertawa kecil, sebuah momen sederhana namun begitu hangat.
Telegram adalah sebuah ide tentang kebebasan dan privasi, memiliki banyak fitur yang mudah digunakan.
Last updated 3 Monate her
COPAS/REPOST WITHOUT CR? DENDA 500k.
join : https://t.me/bulolwithyuchat
promosi berbayar chat : @ofcbulolwithyu
laporan/kritsar/izin : @binimarkrobot
Request di @hatersrbot
Last updated 2 Tage, 11 Stunden her
Drama Korea Sub Indonesia.
Update 1 Season tiap hari.
Paid Promote @sultankhilaf
grup
@drakor_dramakorea_indo
Ikuti saluran Drakor Drama Korea Sub Indo di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VakqKxXCHDyeALNv2m2q
Last updated 5 Tage, 10 Stunden her